Bagi sebagian orang, krokot mungkin dianggap sebagai tumbuhan biasa. Tanaman ini bisa tumbuh di mana saja, malah sering dianggap sebagai gulma bagi tanaman lain.
Krokot, menurut Wikipedia, biasa dimanfaatkan sebagai tumbuhan untuk makan ternak. Bagi pencinta burung, krokot dijadikan pakan tambahan bagi burung piaraannya. Krokot diyakini dapat membuat suara kicauan burung kenari lebih jernih, bahkan bisa menambah panjang durasi suaranya.
Sekalipun dianggap rumput liar, krokot juga dimakan sebagai daun sayuran di banyak wilayah di Eropa, Timur Tengah, Asia, dan Meksiko. Di Eropa, krokot dibudidayakan sebagai sayuran, misalnya sebagai salad atau sup. Sedangkan di Indonesia, Hayu Dyah Patria, pendiri LSM Mantasa, memanfaaatkan krokot di Desa Galengdowo sebagai kue, sayur, dan botok.
Daun krokot berasa sedikit asam dan asin, bahkan seluruh bagian tanaman semuanya bisa dimakan. Rasa asam disebabkan oleh asam oksalat dan asam malat.
Krokot atau Portulaca oleracea, L., dikutip dari undip.ac.id, disebutkan dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit seperti radang akut usus buntu, disentri, diare akut. Di Yunani kuno, krokot dianggap sebagai ramuan obat penting bagi pengobatan demam, gangguan perempuan, sakit perut, wasir.
Dalam pengobatan tradisional Tiongkok, krokot yang dikenal dengan nama ma chi xian, banyak digunakan untuk mengobati penyakit gastrointestinal, antara lain diare dan pendarahan usus hingga wasir dan disentri. Manfaat ini terutama disebabkan oleh senyawa organik yang ditemukan dalam krokot, termasuk dopamin, asam malat, asam sitrat, alanin, glukosa.
Fiqi Isnaini Nurul Hikmah dari Fakultas Kedokteran Universitas Jember meneliti aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun krokot terhadap pertumbuhan Shigella dysenteriae secara in vitro.
Krokot mengandung flavonoid sekitar 4 mg per 100 gr berat tanaman. Shigella sp adalah kuman patogen usus yang telah lama dikenal sebagai agen penyebab disentri basiler. Shigella sp dapat menyebabkan disentri basiler. Bentuk disentri basiler yang paling berat, dapat menyebabkan kematian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun krokot terhadap pertumbuhan koloni Shigella dysenteriae secara in vitro. Semakin tinggi konsentrasi daun krokot maka daya hambat terhadap pertumbuhan koloni Shigella dysenteriae semakin besar.
Pemerian Botani Tanaman Krokot
Krokot menurut Wikipedia adalah tanaman tahunan yang dapat tumbuh hingga ketinggian 50 cm. Batangnya berwarna merah keunguan, bentuknya gemuk dan tebal.
Daunnya juga tebal dan berdaging, dan bunganya berwarna kuning sulfur. Daun tanaman krokot merupakan daun tunggal berwarna hijau berbentuk bulat telur, ujung dan pangkalnya tumpul. Tepi daunnya rata dan berdaging.
Bunga krokot merupakan bunga majemuk yang terletak di ujung cabang. Tumbuhan krokot juga memiliki kelopak bunga berwarna hijau, bertajuk, dan bersayap. Mahkota bunga krokot berbentuk jantung, memiliki 3-5 kepala putik berwarna putih dan kuning.
Buah krokot berbentuk kotak, berwarna hijau, dan memiliki biji yang banyak. Bijinya bulat kecil mengkilap, berwarna hitam. Sistem perakaran tanaman krokot yaitu akar tunggang.
Krokot, menurut Wikipedia, yang dalam bahasa Latin disebut Portulaca oleracea, L., dikenal juga dengan berbagai nama lokal. Di antaranya verdolaga, pigweed, little hogweed, ataupun red root.
Orang Inggris menyebut krokot sebagai common purslane dan little hogweed. Orang Melayu, menyebut krokot dengan nama gelang pasir dan di Filipina tumbuhan ini disebut gulasiman. Sementara, orang Thailand menyebutnya phak bia-yai, dan orang Tiongkok menyebutnya ma chi xian atau kwa-tsz-tsai.
Krokot banyak digunakan di negara-negara Mediterania Timur. Temuan arkeobotani menyebutkan tumbuhan ini banyak ditemukan di banyak situs prasejarah. Pada abad keempat SM, Theophrastus menamai purslane, andrakhne sebagai salah satu ramuan musim panas.
Di zaman purba, krokot dianggap sebagai obat yang menyembuhkan, dapat diandalkan bahkan dipakai sebagai jimat untuk mengusir semua kejahatan. Di India, krokot dikenal sebagai sanhti, punarva, paruppu keerai (Tamil), gangavalli (Telugu), atau kulfa (Hindi).
Meski dianggap gulma, di Amerika Serikat krokot bisa dimakan sebagai sayuran daun. Batang, daun dan kuncup bunga semuanya bisa dimakan. Krokot dapat digunakan segar sebagai salad, digoreng, atau dimasak seperti bayam, dan juga cocok untuk sup dan aneka stew.
Orang Aborigin Australia menggunakan benih krokot untuk membuat seedcakes. Orang Yunani, yang menyebutnya andrakla atau glystrida, menggunakan daun dan batangnya dengan keju feta, tomat, bawang merah, bawang putih, oregano, dan minyak zaitun. Mereka menambahkannya ke dalam salad, merebusnya, atau menambahkannya ke ayam casserol.
Di Turki, selain digunakan dalam salad dan kue panggang, krokot dimasak sebagai sayuran yang mirip dengan bayam, atau dicampur dengan yogurt untuk membentuk varian tsatsiki.
Begitu pula di Mesir, krokot dikenal sebagai reglah dan dimasak sebagai rebusan sayur. Disebut bakleh di Suriah dan Lebanon, krokot dimakan mentah dalam salad terkenal yang disebut fattoush, dan dimasak sebagai hiasan di fatayeh (kue kering asin segitiga).
Di Albania, yang dikenal sebagai burdullak, krokot juga digunakan sebagai sayuran yang mirip dengan bayam, kebanyakan direbus dan disajikan dalam saus minyak zaitun, atau dicampur dengan bahan lain sebagai pengisi adonan lapisan byrek. Di bagian selatan Portugal (Alentejo), baldroegas digunakan sebagai bahan ramuan.
Di Pakistan, krokot dikenal sebagai qulfa. Biasanya krokot dimasak seperti di stew bersama dengan lentil, mirip dengan bayam.
Penggunaan krokot selain untuk pakan ternak, biasa dapat dijadikan insektisida, karena mengandung zat tanin, fosfat, mengandung magnesium dalam jumlah yang banyak, zat besi, aluminium, mangan, kalsium, potasium, sodium, dan urea.
Manfaat Herbal Tanaman Krokot
Krokot, menurut Wikipedia, dijadikan WHO sebagai daftar tanaman obat yang diproritaskan di dunia, dan 23 negara telah menggunakan tanaman ini. Dalam farmakologi Tiongkok, krokot dikatakan dapat menyembuhkan disentri. Selain itu, tumbuhan ini memiliki khasiat sebagai penenang, peluruh air seni, dan sebagai tonik.
Tanaman krokot dikutip dari ejournal.unesa.ac.id, mengandung garam kalium (KCl, KSO4, KNO3), 1-noradrenalin noradrenalin, dopamine, dopa, nicotin acid, tanin, saponin, vitamin (A, B dan C).
Menurut Dr Setiawan Dalimartha, dikutip dari buku Atlas Tumbuhan Obat Indonesia jilid 6 (Penerbit Pustaka Swara Jakarta tahun 2009), krokot secara tradisional digunakan sebagai obat alternatif untuk mengobati penyakit kulit borok, bisul, radang kulit, dan kudis dan diare.
Tim peneliti Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Surabaya, meneliti aktivitas antibakteri ekstrak herba krokot terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Penelitian mereka lakukan untuk mengetahui profil fitokimia ekstrak herba krokot secara kualitatif, dan mengetahui pengaruh ekstrak herba krokot terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
Hasil uji profil fitokimia menunjukkan ekstrak herba krokot mengandung tannin, saponin, dan flavonoid. Ekstrak herba krokot lebih berpengaruh pada bakteri Staphylococcus aureus dibanding Escherichia coli. Hal ini dikarenakan struktur dinding bakteri aureus yang bersifat polar dan mudah ditembus ekstrak krokot. Konsentrasi ekstrak herba krokot yang efektif menghambat bakteri aureus adalah konsentrasi hingga 100 persen.
Penelitian menunjukkan semakin tinggi konsentrasi zat antibakteri yang diberikan semakin besar zona hambat yang terbentuk. Salah satu cara pengendalian terhadap bakteri aureus dan coli dapat menggunakan tanaman yang memiliki kandungan kimia alami antimikrobia sehingga diharapkan dapat menekan pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
Tim peneliti dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro, meneliti inovasi tablet kroasia effervescent dari tanaman krokot sebagai alternatif minuman bersuplemen bagi penderita radang usus buntu. Appendicitis atau yang dikenal sebagai penyakit usus buntu adalah penyakit yang disebabkan oleh tersumbatnya muara usus buntu oleh suatu benda dan mengakibatkan terjadinya pembekakan infeksi di usus buntu.
Krokot baru-baru ini diidentifikasi sebagai sumber yang sangat baik dari asam alfalinolenat. Alpha-linolenat adalah asam lemak omega-3, juga dikenal sebagai minyak ikan. Krokot terbukti merupakan salah satu sumber bagi bahan baku obat antiradang usus buntu karena krokot mengandung banyak zat yang dapat mengatur kegiatan metabolism tubuh dan memiliki antioksidan yang tinggi.
Penelitian medis modern juga mengklaim bahwa herbal krokot lima kali lebih kaya asam lemak omega-3 dari bayam, dan tinggi vitamin C juga. Laporan menggambarkan krokot sebagai kekuatan makanan masa depan karena sifat-sifatnya tinggi gizi dan antioksidan.
Pemanfaatan tanaman krokot sebagai salah satu solusi untuk menyembuhkan penyakit usus buntu dikemas dalam bentuk effervesence. Effervesence merupakan salah satu minuman bersuplemen yang dikemas dalam bentuk tablet yang sangat praktis dan mudah digunakan.
Tim peneliti dari Program Studi Farmasi, Universitas Sam Ratulangi, Manado Sulawesi Utara, meneliti penentuan nilai sun protecting factor (SPF) herba krokot. Krokot merupakan tanaman liar yang tumbuh subur pada daerah terbuka dan memiliki kandungan air yang cukup tinggi.
Secara turun-temurun tanaman krokot telah digunakan untuk pelindung kulit dari sengatan sinar matahari. Kandungan kimia yang tinggi pada herba krokot di antaranya flavonoid dan fenolik, membuktikan ekstrak dan fraksi tanaman ini memiliki potensi fotoproteksi karena kemampuannya menyerap sinar UV. Nilai SPF dari ekstrak etanol krokot berdasarkan nilai SPF memiliki proteksi tabir surya dalam kategori ultra.
SATUHARAPAN.COM -